BAB
I
KETENTUAN UMUM
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
(1)
|
Dengan nama
Bea Meterai dikenakan pajak atas dokumen yang disebut dalam Undang-undang
ini.
| |
(2)
|
Dalam
Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
| |
a.
|
Dokumen
adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang
perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yang
berkepentingan;
| |
b.
|
Benda meterai
adalah meterai tempel dan kertas meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah
Republik Indonesia;
| |
c.
|
Tandatangan
adalah tandatangan sebagaimana lazimnya dipergunakan, termasuk pula paraf,
teraan atau cap tandatangan atau cap paraf, teraan cap nama atau tanda lainnya
sebagai pengganti tandatangan;
| |
d.
|
Pemeteraian-kemudian adalah suatu cara
pelunasan Bea Meterai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang
dokumen yang Bea Meterai-nya belum dilunasi sebagaimana
mestinya;
| |
e.
|
Pejabat Pos
adalah Pejabat Perusahaan Umum Pos dan Giro yang diserahi tugas melayani
permintaan pemeteraian-kemudian.
|
Penjelasan Pasal
1
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
BAB
II
OBJEK, TARIF, DAN YANG TERHUTANG BEA METERAI
OBJEK, TARIF, DAN YANG TERHUTANG BEA METERAI
Pasal 2
(1)
|
Dikenakan Bea Meterai atas dokumen yang berbentuk :
| ||
a.
|
Surat
perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan
sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat
perdata;
| ||
b.
|
akta-akta notaris termasuk salinannya;
| ||
c.
|
akta-akta
yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk
rangkap-rangkapnya;
| ||
d.
|
surat
yang memuat jumlah uang lebih dari Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah)
:
| ||
1)
|
yang
menyebutkan penerimaan uang;
| ||
2)
|
yang
menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di
bank;
| ||
3)
|
yang berisi
pemberitahuan saldo rekening di bank;
| ||
4)
|
yang berisi
pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau
diperhitungkan;
| ||
e.
|
surat
berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek yang harga nominalnya lebih dari
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah);
| ||
f.
|
efek dengan
nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga nominalnya lebih dari
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
| ||
(2)
|
Terhadap
dokumen sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f dikenakan Bea
Meterai dengan tarif sebesar Rp1.000,00 (seribu rupiah).
| ||
(3)
|
Dikenakan
pula Bea Meterai sebesar Rp1.000,00 (seribu rupiah) atas dokumen
yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka
Pengadilan:
| ||
a.
|
surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;
| ||
b.
|
surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan
tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain
dari maksud semula.
| ||
(4)
|
Terhadap
dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f, yang
mempunyai harga nominal lebih dari Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) tetapi
tidak lebih dari Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dikenakan Bea Meterai dengan
tarif Rp500,00 (lima ratus rupiah), dan apabila harga nominalnya tidak lebih
dari Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) tidak terhutang Bea
Meterai.
|
Penjelasan Pasal 2
Ayat
(1)
Huruf
a
Pihak-pihak yang memegang surat
perjanjian atau surat-surat lainnya tersebut, dibebani kewajiban untuk membayar
Bea Meterai atas surat perjanjian atau surat-surat yang
dipegangnya.
Yang dimaksud surat-surat lainnya pada huruf a ini antara lain surat
kuasa, surat hibah, surat pernyataan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d, huruf e, dan huruf f
Jumlah uang ataupun harga nominal yang disebut dalam huruf d, huruf e,
dan huruf f ini juga dimaksudkan jumlah uang ataupun harga nominal yang
dinyatakan dalam mata uang asing.
Untuk menentukan nilai rupiahnya maka jumlah uang atau harga nominal
tersebut dikalikan dengan nilai tukar yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang
berlaku pada saat dokumen itu dibuat, sehingga dapat diketahui apakah dokumen
tersebut dikenakan atau tidak dikenakan Bea Meterai.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ayat ini dimaksudkan untuk mengenakan Bea Meterai atas surat-surat yang
semula tidak kena Bea Meterai, tetapi karena kemudian digunakan sebagai alat
pembuktian di muka pengadilan maka lebih dahulu harus dilakukan
pemeteraian-kemudian.
Huruf a
Surat-surat biasa yang dimaksud dalam huruf a ayat ini dibuat tidak
untuk tujuan sesuatu pembuktian misalnya seseorang mengirim surat biasa kepada
orang lain untuk menjualkan sebuah barang.
Surat semacam ini pada saat dibuat tidak kena Bea Meterai, tetapi
apabila kemudian dipakai sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, maka
terlebih dahulu dilakukan pemeteraian-kemudian.
Surat-surat kerumahtanggaan misalnya daftar harga
barang.
Daftar
ini dibuat tidak dimaksudkan untuk digunakan sebagai alat pembuktian, oleh
karena itu tidak dikenakan Bea Meterai.
Apabila kemudian ada sengketa dan daftar harga barang ini digunakan
sebagai alat pembuktian, maka daftar harga barang ini terlebih dahulu dilakukan
pemeteraian-kemudian.
Huruf b
Surat-surat yang dimaksud dalam huruf b ayat ini ialah surat-surat yang
karena tujuannya tidak dikenakan Bea Meterai, tetapi apabila tujuannya kemudian
diubah maka surat yang demikian itu dikenakan Bea Meterai. Misalnya tanda penerimaan
uang
yang dibuat dengan tujuan untuk keperluan intern organisasi tidak dikenakan Bea
Meterai. Apabila kemudian tanda penerimaan uang tersebut digunakan sebagai alat
pembuktian di muka Pengadilan, maka tanda penerimaan uang tersebut harus
dilakukan pemeteraian-kemudian terlebih dahulu.
Ayat (4)
Lihat penjelasan ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f.
Pasal
3
Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan besarnya tarif Bea Meterai
dan besarnya batas pengenaan harga nominal yang dikenakan Bea Meterai, dapat
ditiadakan, diturunkan, dinaikkan, setinggi-tingginya enam kali atas
dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
Penjelasan Pasal
3
Cukup jelas.
Pasal
4
Tidak
dikenakan Bea Meterai atas :
a.
|
dokumen yang
berupa :
| |
1)
|
surat
penyimpanan barang;
| |
2)
|
konosemen;
| |
3)
|
surat
angkutan penumpang dan barang;
| |
4)
|
keterangan
pemindahan yang dituliskan di atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 1),
angka 2), dan angka 3);
| |
5)
|
bukti
untuk pengiriman dan penerimaan barang;
| |
6)
|
surat
pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim;
| |
7)
|
surat-surat
lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat sebagaimana dimaksud dalam angka
1) sampai angka 6).
| |
b.
|
segala bentuk
Ijazah;
| |
c.
|
tanda terima
gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang ada
kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk
mendapatkan pembayaran itu;
| |
d.
|
tanda
bukti penerimaan uang Negara dari Kas Negara, Kas Pemerintah
Daerah, dan bank;
| |
e.
|
kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat
disamakan dengan itu dari Kas Negara, Kas Pemerintahan Daerah dan
bank;
| |
f.
|
tanda
penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern
organisasi;
| |
g.
|
dokumen yang
menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada penabung oleh bank,
koperasi, dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang
tersebut;
| |
h.
|
surat
gadai yang diberikan oleh Perusahaan Jawatan Pegadaian;
| |
i.
|
tanda
pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam bentuk
apapun.
|
Penjelasan
Pasal
4
Huruf
a
Angka
1
Cukup
jelas.
Angka
2
Cukup
jelas.
Angka
3
Cukup
jelas.
Angka
4
Cukup
jelas.
Angka
5
Cukup
jelas.
Angka
6
Cukup
jelas.
Angka
7
Yang dimaksud dengan surat-surat lainnya dalam angka 7 ini ialah
surat-surat yang tidak disebut pada angka 1 sampai dengan angka 6 namun karena
isi dan kegunaannya dapat disamakan dengan surat-surat yang dimaksud, seperti
surat titipan barang, ceel gudang, manifest penumpang, maka surat yang demikian
ini tidak dikenakan Bea Meterai, menurut Pasal 4 huruf a ini.
Huruf b
Termasuk dalam pengertian segala bentuk ijazah ini ialah surat tanda
tamat belajar, tanda lulus, surat keterangan telah mengikuti sesuatu pendidikan,
latihan, kursus, dan penataran.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Bank yang dimaksud dalam huruf e ini adalah bank yang ditunjuk oleh
Pemerintah untuk menerima setoran pajak, bea dan cukai.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf
i
Cukup
jelas.
Pasal 5
Saat
terhutang Bea Meterai ditentukan dalam hal :
a.
|
dokumen yang dibuat oleh
satu pihak, adalah pada saat dokumen itu diserahkan;
|
b.
|
dokumen yang dibuat oleh
lebih dari satu pihak, adalah pada saat selesainya dokumen itu
dibuat;
|
c.
|
dokumen yang dibuat di luar
negeri adalah pada saat digunakan di
Indonesia.
|
Penjelasan Pasal 5
Huruf a
Saat terhutang Bea Meterai
atas dokumen yang termasuk pada huruf a, adalah pada saat dokumen itu diserahkan
dan diterima oleh pihak untuk siapa dokumen itu dibuat, bukan pada saat
ditandatangani, misalnya kuitansi, cek, dan sebagainya.
Huruf b
Saat terhutang Bea Meterai atas dokumen yang termasuk pada huruf b,
adalah pada saat dokumen itu telah selesai dibuat, yang ditutup dengan
pembubuhan tanda tangan dari yang bersangkutan. Sebagai contoh surat perjanjian
jual beli. Bea Meterai terhutang pada saat ditandatanganinya perjanjian
tersebut.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal
6
Bea
Meterai terhutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang mendapat manfaat dari
dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan
lain.
Penjelasan Pasal 6
Dalam hal dokumen dibuat sepihak, misalnya kuitansi, Bea Meterai
terhutang oleh penerima kuitansi.
Dalam hal dokumen dibuat oleh 2 (dua) pihak atau lebih, misalnya surat
perjanjian di bawah tangan, maka masing-masing pihak terhutang Bea Meterai atas
dokumen yang diterimanya.
Jika surat perjanjian dibuat dengan Akta Notaris, maka Bea Meterai yang
terhutang baik atas asli sahih yang disimpan oleh Notaris maupun salinannya yang
diperuntukkan pihak-pihak yang bersangkutan terhutang oleh pihak-pihak yang
mendapat manfaat dari dokumen tersebut, yang dalam contoh ini adalah pihak-pihak
yang mengadakan perjanjian.
Jika pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain, maka Bea
Meterai terhutang oleh pihak atau pihak-pihak yang ditentukan dalam dokumen
tersebut.
BAB
III
BENDA METERAI, PENGGUNAAN,
BENDA METERAI, PENGGUNAAN,
DAN
CARA PELUNASANNYA
Pasal 7
(1)
|
Bentuk, ukuran, warna meterai tempel, dan kertas meterai, demikian pula
pencetakan, pengurusan, penjualan serta penelitian keabsahannya ditetapkan oleh
Menteri Keuangan.
| |
(2)
|
Bea Meterai
atas dokumen dilunasi dengan cara :
| |
a.
|
menggunakan
benda meterai;
| |
b.
|
menggunakan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
| |
(3)
|
Meterai
tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di atas dokumen yang
dikenakan Bea Meterai.
| |
(4)
|
Meterai tempel direkatkan di tempat dimana tanda tangan akan
dibubuhkan.
| |
(5)
|
Pembubuhan
tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun dilakukan
dengan tinta atau yang sejenis dengan itu, sehingga sebagian tanda tangan ada di
atas kertas dan sebagian lagi di atas meterai tempel.
| |
(6)
|
Jika
digunakan lebih dari satu meterai tempel, tanda tangan harus dibubuhkan sebagian
di atas semua meterai tempel dan sebagian di atas kertas.
| |
(7)
|
Kertas meterai yang sudah digunakan, tidak boleh digunakan
lagi.
| |
(8)
|
Jika isi
dokumen yang dikenakan Bea Meterai terlalu panjang untuk dimuat seluruhnya di
atas kertas meterai yang digunakan, maka untuk bagian isi yang masih tertinggal
dapat digunakan kertas tidak bermeterai.
| |
(9)
|
Apabila
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (8) tidak
dipenuhi, dokumen yang bersangkutan dianggap tidak
bermeterai.
|
Penjelasan Pasal
7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pada umumnya Bea Meterai atas dokumen dilunasi dengan benda meterai
menurut tarif yang ditentukan dalam Undang-undang ini.
Disamping itu dengan Keputusan Menteri Keuangan dapat ditetapkan cara
lain bagi pelunasan Bea Meterai, misalnya membubuhkan tanda-tera sebagai
pengganti benda meterai di atas dokumen dengan mesin-teraan, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang ditentukan untuk itu.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Ayat (5)
Yang
sejenis dengan tinta misalnya pensil tinta, ballpoint dan
sebagainya.
Ayat
(6)
Cukup
jelas.
Ayat (7)
Ayat ini
menegaskan bahwa sehelai kertas meterai hanya dapat digunakan untuk sekali
pemakaian, sekalipun dapat saja terjadi tulisan atau keterangan yang dimuat
dalam kertas meterai tersebut hanya menggunakan sebagian saja dari kertas
meterai.
Andaikata
bagian yang masih kosong atau tidak terisi tulisan atau keterangan, akan dimuat
tulisan atau keterangan lain, maka atas pemuatan tulisan atau keterangan lain
tersebut terhutang Bea Meterai tersendiri yang besarnya disesuaikan dengan
besarnya tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
Jika
sehelai kertas meterai karena sesuatu hal tidak jadi digunakan dan dalam hal ini
belum ditandatangani oleh pembuat atau yang berkepentingan, sedangkan dalam
kertas meterai telah terlanjur ditulis dengan beberapa kata atau kalimat yang
belum merupakan suatu dokumen yang selesai dan kemudian tulisan yang ada pada
kertas meterai tersebut dicoret dan dimuat tulisan atau keterangan baru maka
kertas meterai yang demikian dapat digunakan dan tidak perlu dibubuhi meterai
lagi.
Ayat
(8)
Cukup
jelas.
Ayat
(9)
Cukup
jelas.
Pasal 8
(1)
|
Dokumen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang Bea Meterainya tidak atau kurang
dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda administrasi sebesar 200% (dua
ratus persen) dari Bea Meterai yang tidak atau kurang
dibayar.
|
(2)
|
pemegang
dokumen atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus melunasi Bea
Meterai yang terhutang berikut dendanya dengan cara
pemeteraian-kemudian.
|
Penjelasan
Pasal
8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal
9
Dokumen yang dibuat di luar negeri pada saat digunakan di Indonesia
harus telah dilunasi Bea Meterai yang terhutang dengan cara
pemeteraian-kemudian.
Penjelasan Pasal
9
Dokumen yang dibuat di luar negeri tidak dikenakan Bea Meterai sepanjang
tidak digunakan di Indonesia.
Jika dokumen tersebut hendak digunakan di Indonesia harus dibubuhi
meterai terlebih dahulu yang besarnya sesuai dengan tarif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 dengan cara pemeteraian-kemudian tanpa denda.
Namun apabila dokumen tersebut baru dilunasi Bea Meterai-nya sesudah
digunakan, maka pemeteraian-kemudian dilakukan berikut dendanya sebesar 200%
(dua ratus persen).
Pasal
10
Pemeteraian-kemudian atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (3), Pasal 8, dan Pasal 9 dilakukan oleh Pejabat Pos menurut tata cara yang
tetapkan oleh Menteri Keuangan.
Pejelasan Pasal
10
Cukup
jelas.
BAB
IV
KETENTUAN KHUSUS
KETENTUAN KHUSUS
Pasal 11
(1)
|
Pejabat
pemerintah, hakim, panitera, jurusita, notaris, dan pejabat umum lainnya,
masing-masing dalam tugas atau jabatannya tidak dibenarkan
:
| |
a.
|
menerima,
mempertimbangkan atau menyimpan dokumen yang Bea Meterai-nya tidak atau kurang
dibayar;
| |
b.
|
melekatkan dokumen yang Bea Meterai-nya
tidak atau kurang dibayar sesuai dengan tarifnya pada dokumen lain yang
berkaitan;
| |
c.
|
membuat salinan, tembusan, rangkapan atau petikan dari dokumen yang Bea
Meterai-nya tidak atau kurang dibayar;
| |
d.
|
memberikan keterangan atau catatan pada dokumen yang Bea Meterai-nya
tidak atau kurang dibayar sesuai dengan tarif Bea
Meterai-nya.
| |
(2)
|
Pelanggaran
terhadap ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikenakan
sanksi administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
|
Penjelasan Pasal
11
Cukup jelas.
Pasal
12
Kewajiban pemenuhan Bea Meterai dan denda administrasi yang terhutang
menurut Undang-undang ini daluwarsa setelah lampau waktu lima tahun, terhitung
sejak tanggal dokumen dibuat.
Penjelasan Pasal 12
Ditinjau dari segi kepastian hukum daluwarsa 5 (lima) tahun dihitung
sejak tanggal dokumen dibuat, berlaku untuk seluruh dokumen termasuk
kuitansi.
BAB
V
KETENTUAN PIDANA
KETENTUAN PIDANA
Pasal
13
Dipidana
sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana :
a.
|
barangsiapa meniru atau memalsukan meterai tempel dan kertas meterai
atau meniru dan memalsukan tanda tangan yang perlu untuk mensahkan
meterai;
|
b.
|
barangsiapa dengan sengaja menyimpan dengan maksud untuk diedarkan atau
memasukkan ke
Negara Indonesia meterai palsu, yang dipalsukan atau yang dibuat dengan melawan
hak;
|
c.
|
barangsiapa dengan sengaja menggunakan, menjual, menawarkan,
menyerahkan, menyediakan untuk dijual atau dimasukan ke Negara Indonesia meterai
yang mereknya, capnya, tanda-tangannya, tanda sahnya atau tanda waktunya
mempergunakan telah dihilangkan seolah-olah meterai itu belum dipakai dan atau
menyuruh orang lain menggunakannya dengan melawan
hak;
|
d.
|
barangsiapa menyimpan bahan-bahan atau perkakas-perkakas yang
diketahuinya digunakan untuk melakukan salah satu kejahatan untuk meniru dan
memalsukan benda meterai.
|
Penjelasan Pasal
13
Cukup jelas.
Pasal
14
(1)
|
Barangsiapa
dengan sengaja menggunakan cara lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2)
huruf b tanpa izin Menteri Keuangan, dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya 7 (tujuh) tahun.
|
(2)
|
Tindak Pidana
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah
kejahatan.
|
Penjelasan Pasal
14
Ayat
(1)
Melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 7 ayat (2) tanpa izin
Menteri Keuangan, akan menimbulkan keuntungan bagi pemilik atau yang
menggunakannya, dan sebaliknya akan menimbulkan kerugian bagi
Negara.
Oleh karena itu harus dikenakan sanksi pidana berupa hukuman setimpal
dengan kejahatan yang diperbuatnya.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
BAB
VI
KETENTUAN PERALIHAN
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 15
(1)
|
Atas dokumen
yang tidak atau kurang dibayar Bea Meterai-nya yang dibuat sebelum
Undang-undang ini berlaku, bea meterainya tetap terhutang berdasarkan aturan Bea
Meterai 1921 (Zegelverordening 1921).
|
(2)
|
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh
Menteri Keuangan.
|
Penjelasan Pasal
15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal
16
Selama peraturan pelaksanaan Undang-undang ini belum dikeluarkan, maka
peraturan pelaksanaan berdasarkan Aturan Bea Meterai 1921 (Zegelverordening
1921) yang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini yang belum dicabut dan
diganti dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember
1988.
Penjelasan Pasal
16
Cukup jelas.
BAB
VII
KETENTUAN PENUTUP
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 17
Pelaksanaan Undang-undang ini
selanjutnya akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Penjelasan Pasal
17
Cukup jelas.
Pasal
18
Undang-undang ini mulai berlaku
pada tanggal 1 Januari 1986.
Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Penjelasan Pasal
18
Cukup
jelas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar